Minggu, 14 Februari 2016

FILOSOFI KAIN ADAT ORANG MAYBRAT




Oleh: Agustinus R. Kambuaya

Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi, kaya alamnya dan kaya juga akan budaya dan adat isti adat suku-sukunya. Masyarakat Papua terdiri dari 319 suku yang tersebar di seluruh tanah Papua. Belanda yang kala itu masuk ke Papua melihat suku-suku yang tersebar memiliki ckhiri khas yang mirip bahkan sama, Belanda kemudian mengelompokan adat isti adat ini kedalam 7 wilayah adat. Wilayah kepala burung Maybrat termasuk dalam wilayah adat Domberay yang terdiri dari 52 suku. 

Kain Timor adalah salah satu tradisi masyarakat Maybrat yang paling menonjol di wilayah adat Domberai. Dalam kehidupan masyarakat Maybrat kain timur menjadi pusat nilai tertinggi disamping nilai filosofi hidup lainnya. Keseharian masyarakat seperti upacara adat, ritual, barter (perdagangan), pembayaran mas kawin, seni tari, semuanya menjadikan kain Timor sebagai standar ukuran tertinggi. Semua segi kehidupa sosial masyarakat Maybrat bertumpu pada kain Timor, kehidupan mereka terasa tidak lengkap jika tidak beriringan dengan kain timor. Mungkin bagi pandangan masyarakat non Maybrat Kain Timor hanyalah benda kain yang sama dengan kain-kain pada umumnya, namun bagi masyarakat Maybrat kain Timor Maybrat menjadi sentral adat tertinggi dan berhubungan langsung dengan hidup, kekayaan, prestis, kekauasaan dan kebahagian psikologis mereka. 

Sejarah Kain Timor Maybrat

Kain Timor begitulah masyarakat Maybrat menyebutnya, secara historis asal usul kain Timor Maybrat memiliki beberapa fersi. Menurut Max Mayr Kambuaya salah satu tokoh masyarakat Maybrat, senior birokrasi yang lahir diera 1940-an, menuturkan bahwa kain Timor Maybrat adalah kain yang dibawa oleh para pedagang dan pelaut Portugis dari wilayah NTT. Menurut Max Mayr Kambuaya, kala itu belum ada mata uang yang digunakan sebagai alat bayar sehingga para pelaut portugis yang masuk ke wilayah Domberai mengunakan Kain Timor untuk menukarnya dengan burung kuning, rempah-rempah dan lain-lain. Kain timor hasil pertukaran dengan burung kuning dan rempah-rempah ini mulai dijadikan barang bernilai yang di gunakan untuk membayar dan menukar barang sehingga menyebar dari Fak-fak dan Inanwatan ke wilayah Moi, Tehit, Sawiat hingga ke Maybrat. Kain Timor kemudian di Populerkan sebagai barang bernilai. Selain menyebar ke wilayah Maybrat, kain Timor juga tersebar melalui perdagangan hingga ke wilayah Doreri, terutama suku-suku Mandacan di Mnukwar. 

Meski kain Timor dianggap sebagai barang hasil migrasi yang masuk melalui perdagangan ke Papua, bagi orang Maybrat masih ada fersi lain. Menurut masyarakat Maybrat kain-kain Timor bernilai tinggi seperti Wansafe atau Sarim punya cerita sejarah mitos tersendiri. Menurut orang Maybrat kain-kain ini diberikan oleh alam, melalui pristiwa-peristiwa alam, kain ini diberikan oleh  mata air, pohon, cerita-cerita lisan ini berkembang menjadi mitos yang dipercaya oleh masyarakat Maybrat. Mitos-mitos ini membuat kain-kain yang diwariskan oleh marga-marga tertentu kepada anak-anaknya menjadi kepercyaan yang hidup ditengah masyarakat Maybrat. Sejarah dan mitologi kain timur Maybrat ini semakin melegitimasi dan mempopulerkan kain Timor sebagai benda adat bernilai tinggi. 

Fungsi Dan Manfaat Kain 

Kain Timor bagi masyarakat Maybrat memiliki nilai guna sosial, ekonomi dan politik komunitas.  Kain Timor pada masa-masa sebelumnya berfungsi sebagai alat barter dalam perdagangan  tradisonal masyarakat Maybart. Aktivitas tukar menukar hasil bumi pertanian dan lain-lain, kain timor dijadikan alat bayar yang bernilai dan efektif. Dengan kain timor seseorang bias mendapatkan keladi, sayur, sayuran, ikan, minuman tradisional (Sageru), bahkan digunakan untuk membeli dan membayar tanah garapan kepada keret tertentu.

Selain berfungsi sebagai alat bayar dalam aktivitas perdagangan, kain Timor juga digunakan sebagai alat pembayaran mas kawin, upacaya adat dan lain-lain. Keadaan masyarakat Maybrat yang kala itu gemar konflik untuk saling menaklukan, kain timur menjadi sarana efektif untuk merekonsiliasi dan menyelesaikan koflik. Pembunuhan, permasalahan muda-mudi kain timur berfungsi efektif untuk mendamaikan. Bagi orang Maybrat penyelesaian konflik serta menceha tetrjadinya konflik maka kain Timor yang dianggap bernilai tinggi harus diberikan sebagai kompensasi atas hilangnya nyawa orang. Fungsi kain Timor sebagai pendamai konflik dan pembayaran mas kawin masih berlaku hingga saat ini. Jika ditelisik sekian kasus pembunuhan yang terjadi di masyarakat, hokum positif tidak efektif mendamaikan kelompok yang bertikai sehingga hokum adat dengan kain Tmor masih menjadi pendamai yang efektif.  

Filosofi Kain Timor  

Walaupun hanya benda berupa kain namun kain Timor Maybrat terkandung makna filosofis yang dalam. Pertukaran kain adat yang dilakukan masyarakat Maybrat secara turun-temurun mengikat kekerabatan sosial yang tinggi. Dari jalur pertukaran kain yang berpindah tangan ini menciptakan solidaritas sosial yang tinggi. Hal ini nampak jelas ketika salah satu dari anggota keluarga yang meninggal, sakit atau mengalami masalah kerabat jalur kain Timor akan berbondong-bondong meberikan bantuan materi dan lain-lain. Kain Timor dalam proses denda adat serta pembayaran mas kamwin mengandung nilai kebersamaan. 

Dari aspek sosial masyarakat Maybrat merasa terpandang di komunitasnya, bagi mereka yang menyimpan kain yang berkelas mendapat status sosial yang tinggi atau sering disebut raa bobot. Strata sosial masyarakat Maybrat juga ditentukan oleh status kain yang dimiliki. Karena sulitnya mendapatkan kain klas tertinggi, masyarakat Maybrat tidak berlaku amoral, kasar bahkan jahat sebab tindakan merugikan sesame ini akan di kompensasikan dengan kain berkelas yang hanya dimiliki oleh orang tertentu. Konsekwensi sosial beruapa kain yang akan dibayarkan ini berfungsi efektif mengontrol perilaku hidup masyarakat Maybrat. Kaum muda-mudi bahkan orang dewas tidak bergaul bebas bahkan berhubungan bebas, sebab sangsi kain timur menjadi beban berat yang akan ditanggung. Bagi mereka yang tidak memiliki kain bernilai harus meminjam untuk membayar denda adat, hal ini menciptakan lingkaran utang yang panjang. 

Nilai filosofis kain timur lain adalah strategi pertukaran kain timur dengan mengunakan kain yang dianggap bernilai rendah menukarkan dengan mengharapkan gentian kembali dengan kain bernilai lebih tinggi merupakan cirikhas kapitalisme kain timur. Prinsip-prinsip pengetahuan strategis lokal ini sering diadopsi kedalam dunia politik bahkan ekonomi generasi  Maybrat di era moderen saat ini. Hal ini bias diliat dengan adanya slogan-slogan uang kecil beli uang besar, modal kecil untung besar merupakan wujud nyata prinsip-prinsip pertukaran kain timur yang diadopsi dalam dunia bisnis. 

Dibidang politik strategis khas lokal Maybrat juga sering di jadikan filosofi, prinsip dan strategi dalam membangun jaringan, basis politik. Membangun relasi dengan utang, menolong dengan kain timur dengan tujuan menjaga relasi dan aliansi ini juga diadopsi kedalam politik praktis moderen saat ini. Pada prinsipnya kain timur hanyalah benda yang menhidupkan semua aspek dalam diri orang Maybrat. 

Kain Timor Maybrat Di Era Moderen 

Di era moderen saat ini kain Timor dalam pandangan orang Maybrat masih menjadi aspek penting dan menduduki posisi tertinggi. Warisan budaya tutur tentang manfaat, makna kain timor terus ditransfer kepada generasi muda. Kita bias menjumpai aktivitas menjual kain oleh generasi muda saat ini, kain dijual dalam bentuk rupiah bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta. Aktivitas pembayaran mas kawin bahkan denda adat konflik, urusan muda-mudi masih mengunakan kain. 

Bahkan kain yang diwariskan kepada generasi muda dengan semua nilai filosofi yang diceritakan membuat anak-anak muda Maybrat saat ini menjadikanya sebagai suatu kembagaan sosial,  sebagai alat ukur nilai diri, suatu bentuk pemisah strata sosial. Dengan kain Timor anak-anak muda Maybrat mendefenisikan diri mereka sebagai pemimpin berbeda di komunitas mereka, karena memiliki ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki kain Timor, kedua legitimasi ini menjadi modal mencitrakan diri. 

Meskidiwariskan secara baik, namun ada bagian yang hilang yaitu fungsi relasi kain timor yang dulunya menyatukan orang Maybrat yang tinggal jauh maupun dekat, membentuk solidaritas sosial tinggi, menjaga harmoni sosial agar orang tidak bertindak semena-mena menjadi hilang. Prinsip-prisp kebersamaan, tolong menolong serta menghargai menjadi pudar. Kain timurpun diukur nilainya dengan uang rupiah, makna filosofis dan moral menjadi sirna dan suram. Peran pemerintah dan tetua adat diperlukan untuk meluruskan fungsi dan filosofi pokok kain timur dibutuhkan untuk memperkuat khasanah budaya dan adat isti adat Maybrat.

Anu raa yum, anu bsee, anu btak. Awia u anu oh fo, tija u ifo yoh fo.

KENANGAN DI KAMPUNG KAMBUAYA

Oleh: Agustinus R.Kambuaya

Pulang kampung adalah kerinduan setiap orang, dikampung halam mereka bisa melepas rindu  kepada sanak family, menelusuri jejak-jejak masa kecil dan bercengkrama dengan teman-teman sejawat, begitulah perasaan yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang mengejar impian dan mengadu nasib dirauntaun. Saat itu Juli adalah bulan puasa dan libur lebaran, orang-orang memanfaatkan liburan bulan puasa untuk pulang ke kampung halaman. Melihat akitivitas masyarakat di Jayapura yang lalu lalang ke Travel untuk membeli tiket mudik, saya juga memutuskan untuk pulang ke kampung halaman kampung Kambuaya. Bermodalkan sedikit duit (pitis) membeli tiket KM.Gunung Dempo dengan rute pelayaran Jayapura, Biak, Sorong. Pelayaran kami semakin seru karena bertemu beberapa lelaki paruh baya yang ramah dan hangat, mereka menuturkan kisah mangis Papua tempo dulu diera Holandia, kebahagian semakin sempurna karena mendengar kisah menarik sambil menyaksikan keindahan pasir putih dibibir pantai dan gunung-gunung yang menjulang tinggi. 


Terlena kisah mangis Petua-petua Maybrat dan Biak  diatas kapal, tidak terasa dua hari telah berlalu dan kamipun segera sandar di Pelabuhan Sorong. Perjalanan kami tidak berhenti di Sorong, kami masih harus melanjutkan perjalan ke kampung Kambuaya di negeri kabut berasap Maybrat. Siang itu, Mobil Fordtuner Hitam telah siap, saya bersama rombongan pelancong (traveler) Irma, Julian, Sita, Denis, Pith, dan supir Yoel menyiapkan bekal makan secukupnya, mengisi bahan bakar untuk menyusuri jalan Sorong Maybrat. Jarum jam menunjukan pukul 15:00 kami meningalkan Kota Sorong menuju Kampung Kambuaya di Maybrat. 

Perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih lima jam, waktu yang cukup lama dengan kontur geografis yang bergunung, bukit dan lembah membuat kami akan terasa lelah. Kelelahan kami tampaknya tidak terasa karena kami disuguhi pemandangan hutan yang indah, alunan musik dan lagu tembang kenangan menjadi hiburan serasi dengan tema perjalanan pulang kampung Kambuaya. Empat jam berlalu, jam 16:45 rombongan traveler (pelancong) memasuki wilayah Maybrat, didepan kami tersaji pemandangan hutan Maybrat dengan cirri khas bomira, kimbat, samo, kosna berjejer asri ditanjakan satu kilo begitulah orang Maybrat menyebut tanjakan itu. Pemandangan kebun kacang tanah, bawang merah, keladi khas Maybrat benar-benar mengembalikan kenangan masa kecil saya. Sembari menurturkan kenangan masa kecil di Kambuaya, perlahan kami melintasi Ayamaru yang pernah menjadi pusat pemerintahan di Era Nederland hingga saat ini menjadi pusat pemerintahan sementara Kabupaten Maybrat. Pemandangan rumah-rumah tua peninggalan Belanda memanjakan mata kami, kami seoalah berjalan-jalan  di Ayamaru tempo dulu. 

 Kambuaya Tempo Dulu Dan Kini 

Jam 17:00 rombongan traveler (pelancong) akhirnya tiba di kampung Kambuaya, kerinduan saya semakin tidak terbendung, seperti tanggul bendungan yang patah meluapkan air kesemua daerah begitulah yang saya rasakan saat mobil Fordtuner memasuki kampung Ismayo, kampung hasil pemekaran dari kampung induk Huberita salah satu kampung tua di kampung Kambuaya. 

Kampung Kambuaya letaknya dibawah kaki gunung Keyum, diapit oleh beberapa gunung kembar, disebelah timur terbentang danau Ayamaru membuat kampung ini terlihat begitu indah Nan eksotik. Pada masa sebelum masuknya Belanda maupun Indonesia, masyarakat di kampung ini tinggal terpisah-pisah, membentuk komuni sendiri-sendiri menurut keret di dusun-dusun sekitar. Berkat pekabaran Injil di Tanah Papua pada era 1950-an masyarakat yang terpisah-pisah ini mulai tersentuh oleh Injil sehingga muncul kesadaran menerima injil dan membentuk komunitas bersama yang namanya kampung Kambuaya saat ini.  Keadaan kampung Kambuaya pada masa-masa awal cukup sulit karena tidak adanya akses transpotasi darat, laut dan udara. Akses pendidikan, kesehatan tidak pernah dinikmati secara dimasa itu. Kesulitan yang ada tidak mematahkan semangat kebersamaan kampung yang baru dibangun. 

Bermodalkan semangat gotong royong, kersama dan kerja besama-sama Anu Beta Tubat (ABT), masyarakat bahu membahu menyumbangkan kayu, berjalan kaki berhari-hari melintasi kampung-kampung untuk mendapatkan smen dan sengk, paku di Teminabuan untuk pembangunan sekolah, gereja dan rumah sakit. Pekerjaan melelahkan ini dilakukan secara sukarela tanpa pamrih. Prof. Bhaltazar Kambuaya, Ir. Michael Kambuaya, Drs. Paul Homer, Max Mair Kambuaya, Corneles Sraun S.Sos, Jemmy Murafer mengisahkan bahwa semangat pengorbanan generasi tua diperlihatkan dengan berkorban kepada pembangunan sesuai profesi mereka. Nelayan menyumbangkan ikan dari danau, petani menyumbangkan keladi dan umbi-umbian, semuanya dilakukan secara sukarela untuk pembangunan kepentingan umum. Mayarakat generasi tua ini tidak mengenal gelar Profesor, Dr. Ir. M.Si yang mereka tau pasti pendidikan itu akan membuat anak-anak mereka menjadi Manusia. 

Meski dililit kesulitan tidak membatasi rasa kebersamaan dan harmoni diantara masyarakat kampung kambuaya. Kebiasaan gotong royong, saling menolong, membantu membuat kesulitan masa itu tidak terasa. Aktivitas berburu, meramu dan mencari ikan di danau hasilnnya di bagi-bagi sebagai berkat bersama menjadi tardisi tidak terlupakan. Kehidupan masyarakat kampung Kambuaya pada masa 1950-1980-an benar-benar harmonis dan memiliki nilai sosial tinggi. Habis gelap terbitlah terang begitulah kisah masa-masa kesulitan masyarakat kampung Kambuaya. Perubahan terus berjalan, akses transpotasi darat, laut dan udara menembus isolasi wilayah kepala burung hingga kampung Kambuaya. Keadaan kampung kambuaya berubah dengan cepat, sekolah-sekolah, rumah sakit berdiri dengan mengah. Masyarakat kampung kambuaya saat ini sudah bisa berpergiaan kemana saja tanpa hambatan. 

Sedikit mengenang masa lalu, saya mengajak rekan-rekan traveler mengelilingi kampung Kambuaya, menelusuri jejak langkah masa kecil, menelusuri sekolah dasar, tempat saya bersama teman-teman bersekolah dulu, mendatangi kali Mosibar, Kali Ifaas, kali Ismayo dan  mendatangi beberapa rekan sembari ngobrol dan bernostalgia tentang masa kecil. Dorsila namanya, Ia mengisahkan disni sudah berubah, semua telah berubah. Bangunan Sekolah Dasar (SD) sudah direnofasi, SMP Masih kokoh berdiri. Kawan-kawan masa kecil kami kita semua sudah menikah, ada yang sudah punya anak dan ada yang belum menikah. Dorsila lanjut menuturkan, teman-teman masa kecil kita di kampung ini banyak merantau, berekerja di kota, menjadi orang sukses dan terkenal.  Obrolan kami semakin hangat, namun ada yang hilang, beberapa dari kawan karib kami Daud, Salmon telah di Panggil Tuhan. Mereka teman masa kecil kami yang dulu sehabis pulang sekolah kami berundi akan ke kebun atau ke Danau, setelah habis berundi pemenang undilah yang menentukan kemana kami pergi. 

Semua telah berubah, namun satu hal yang tetap terjaga adalah budaya kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong. Masyarakat kampung itu masih berpegang pada spirit Anu Beta Tubat (ABT), mungkin inilah yang menjadi alasan mengapa Pdt. Domini Ruben Rumbiak mendapatkan pernyataan wasiat TUHAN bahwa peliharalah (1) Kasih, (2), (3)Persatuan, Kerendahan hati, (4) penghormatan kepada orang lain, maka berkat akan menjadi milikmu turun temurun peryataan ini dipercaya masyarakat ampung Kambuaya hingga kini. Petualangan kami di kampung Kambuaya pun berakhir dengan mengujungi Tugu Teofani dan Gereja Silo Kambuaya. Satuhal yang kami pelajari, bahwa prinsip hidup kebersamaan dan pengorbanan tampa pamrih membuat kampung ini terus berubah menyesuaikan diri dengan perubahan yang datang. Namun sesnguhnya ada yang datang dan ada yang pergi, ada angkatan yang lahir dan angkatan yang meninggal itulah siklus kehidupan. Namun semangat dan filososfi hidup tetap tinggal bersama generasi seterusnya. Meen Kanu Beta Yefun Yataam Anu, tna yatam amu yi. Amin.

Kamis, 11 Februari 2016

Pengadilan Korupsi Bas Suebu Tidak Berdampak Bagi Papua Merdeka

Oleh: ArkiPapua

Para kolega dan sahabat seorang terdakwa kasus korupsi yang tak lain mantan Dubes dan Gubernur Papua, Barnabas Suebu kembali bermain isu murahan dan cenderung provokatif. Mereka mengaitkan proses di pengadilan tindak pindana korupsi dengan isu Papua merdeka.

Pernyataan tersebut (lihat: http://www.harianpapua.com/20160212/4618-barnabas-suebu-masuk-penjara-situasi-papua-memanas.html) menodai perasaan masyarakat Papua.

Bukan hanya menistai perjuangan rakyat Papua selama 50 tahun, tetapi broker para pejabat Papua itu menunjukkan jati diri mereka bahwa selama ini yang “gertak sambal” Papua merdeka sebagai ruang persembunyian para pejabat bermasalah di Papua, ternyata dilakukan oleh para kolega pejabat daerah Papua.

Ibarat benalu, pohon yang mereka hisap itu sudah kering, lalu si-benalu ini hendak menyuburkan kembali pohon yang kering tersebut. Mana ada pohon yang dihisap benalu bisa subur kembali? Yang ada, benalu juga ikut kering bersama objek yang dihisapnya.

Motif mengaitkan perkara hukum ke pergerakan Papua merdeka juga sangat dangkal. Membuktikan bahwa para curator yang hendak bernaung dibawah payung Papua Merdeka sebagai pilihan terakhir mereka dalam mengupayakan sebuah problem hukum. Namun sayangnya, mereka malah bikin statemen yang publik sendiri sudah tau gelagat para pejabat bertopeng merdeka selama ini.

Siapapun yang mempraktikan hukum republik Indonesia harus diadili sesuai hukum negara dimana dia diberikan tugas dan tanggungjawab. Memasukkan kampanye Papua merdeka sebagai hadangan terhadap hukum republik, suatu kelainan jiwa dan psikis yang dialami para penyebar isu bohong tersebut.

Mereka (benalu, broker) itu akan terus memakai isu basih sebagai pengalihan isu. Jalan pilihan yang sering digunakan oleh siapa saja yang berkepentingan di Tanah Papua.

Pejabat mau maju kepala daerah saja pakai isu merdeka supaya dipilih rakyat Papua. Perusahaan yang merampok tanah dan mengunduli hutan Papua pakai isu separatis untuk meredam penolakan masyarakat adat terhadap hadirnya perusahaan. Selama 48 tahun, Freeport bebas berkelana karena isu separatis, GPK menjadi domain pengalihan isu selama itu. Bahkan otonomi khusus Papua pun digulirkan sebagai hadiah meredam Papua merdeka.

KEMBALI KEPADA ALKITAB SOLUSI KEMENANGAN PAPUA

Oleh: Seppnat Kambu, ST, MT

Sebab itu apakah yang akan kita katakana tentang semuanya itu ? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia.? Siapakah yang akan menggugat orang-orang Pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka Kristus Yesus, yang telah mati ? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk disebelah kanan Allah yang malah menjadi Pembela bagi kita.(Roma 8: 31-34)

Kunjungan Duta Besar Amerika Serikat dan Duta Besar Inggris  ke Papua pada dua minggu belakangan ini mendapat sorotan banyak pihak. Kunjungan kedua Dubes tersebut menjadi topik menarik yang di diskusikan oleh kalangan awak media, politisi, akademisi, aktivis, bahkan para netizen pun ramai memperbincangkanya. 

Kunjungan Dubes AS yang awalnya tidak di ketahui tujuannya sehingga menimbulkan banyak spekulasi dan tafsir. Pihak lain menafsirkan kunjungan ini sebagai bagian dari scenario mempersiapkan Papua Merdeka. Kunjungan ini sejatinya adalah untuk mendapat dukungan masyarakat Papua terhadap keberadaan Freeport untuk tetap beroperasi di tanah Papua. Hal ini semakin jelas dengan adanya pertemuan antara Dubes AS bersama beberapa tokoh Gereja di Papua. Para pimpinan gereja menyatakan mendukung PT.Freeport untuk tetap beroperasi di tanah Papua.

Dukungan para pimpinan gereja terhadap PT.FI ini mendapat kritikan dari berbagai pihak. Alasnya karena Freeportlah yang menjadi penyebab kekerasan HAM dan kemanusiaan di tanah Papua. Satatus rakyat Papua yang saat ini menjadi menyebabkan konflik vertical antara masyarakat Papua dan pemerintah pusat itu di sebabkan oleh kehadiran Freeport, sebagaimana kita ketahui bersama dalam sejarah Papua. 

Perjuangan rakyat Papua untuk mendapatkan kesejahteraan dan keadilan dilalui dengan berbagai cara. Diplomacy adalah salah satu cara, banyak tokoh-tokoh Papua melarikan diri ke Amerika, Belanda, Inggris, Australia, German, dan lain-lain untuk melakukan lobi-lobi internasional untuk mendapatkan simpati public internasional guna merubah nasib bangsa Papua. Tentu ini semua adalah upaya manusia. Nyatanya kasus HAM Papua hanya di jadikan alat tawar untuk menekan Indonesia agar mau membuka diri terhadap investasi raksasa mereka di tanah Papua. Freeport di Pegunungan Tengah, BP . Di Bintuni, PT. Petrocina International Company (PETRO CINA) dan masih banyak lagi Multi National Corporation (MNC) yang beroperasi di tanah Papua. 

Loby dan diplomasi adalah pengetahuan sekuler dunia yang mengecewakan kita selama ini. Sudah seharusnya kiblat dan arah diplomasi orang Papua kembali kepada kebenaran dan keadilan. Keadilan dan kebenaran  sesungguhnya yaitu kembali kepada ALKITAB DAN YESUS KRISTUS yang adalah keadilan dan kebeneran itu sendiri. 

Sejauh ini diplomacy kita bersandar pada pengetahuan sekuler duni, akal budi manusia, kita  bergantung kepada dunia Barat yang orientasi diplomasinya pragmatis  mengharapkan mendapatkan keutnungan ekonomi dari kita untuk pembangunan imperium ekonomi mereka. Bahkan  menjual isu HAM, kemanusiaan dan lingkungan kita untuk kepentingan mereka. 

Inilah saatnya orang Papua memberkati Israel, kibarkan paji-paji Daud di gunung-gunung,di lebah-lembah dan pesisir-pesisir pantai di seluruh Tanah Papua, agar  kita terluput dari panah lusifer yang sedang  mengancam rakyat Papua, (Maz : 60:6) Kepada mereka yang takut kepada-Mu telah Kauberikan panji-panji tanda untuk berlindung terhadap panah. Itu adalah landasan Alkitabiah teks tual dan secara kontekstualnya relevan dengan keadaan orang Papua saat ini. 

Dasar Alkitabiah yang hendaknya mendasari perjuangan kita adalah (Mazmur 20: 1-5) “ (2) Kiranya TUHAN Menjawab engkau pada waktu kesesakan! Kiranya Nama Allah Yakub Membentingi Engkau. (3) Kiranya dikirm-Nya  bantuan kepadamu dari tempat kudus dan disokong-Nya engkau dari Sion. (4) Kiranya diingat-Nya segala korban persembahanmun, dan disukai-Nya korban bakaranmu. S e l e (5) Kiranya diberikan-Nya kepadamu,  apa yang kau kehendaki dan jadikan-Nya kau berhasil apa yang kaurancangkan. 

Dasar Alkitabiah lain adalah (Mazmur 129: 4-6)  “Terlupur dari kesesakan” (4) TUHAN itu adil, Ia memotong tali-tali orang fasik. (5) Semua orang yang membenci Sion akan mendapat malu dan akan mundur. (6) Mereka seperti rumput diatas sotoh, yang menjadi layu, sebelum dicabut, Bagian bacaan lain juga juga penting untuk dibaca sebagai dasar pijakan kita adalah (Yesaya 18: 3-4).   

Uraian diatas menunjukan kepada kita bahwa perjuangan dengan akal budi kita memang penting sebagai usaha kita, namun yang lebih penting adalah melakukan apa yang menjadi  “PERINTAH “ dan kehendak TUHAN sebagaimana tercantum dalam Alkitab. Jika kita mengikat perjanjian kita dengan TUHAN melalui melakukan perintahnya tentang Memberkati Umat (ISRAEL)  yang berkati, maka kita diberkati, dibebaskan dari belengu penindasan, kemiskinan. Sebab janjinya adalah YA dan AMIN. 

Dari manakah akan datang pertolongan kita, Ialah dari Dia yang menjadikan langgit dan bumi beserta segala isinya. Hendaklah kekuatan, pengharapan dan andalan rakyat Papua hanya kepada TUHAN. Datang dan menaruh mesbah bagi TUHAN, maka TUHAN akan berperkara bagi orang-orang yang merancang kejahatan bagi Papua.

SHALOM ELOHIM…!!!!